FENG SHUI MAKAM DAN KEBERHASILAN ORANG PONTIANAK DI PERANTAUAN

0
28137

Sejak belajar ke master di Fujian, Tiongkok, khususnya bagian Feng Shui makam, penulis selalu penasaran dan riset tentang mengapa kegagalan keluarga dan keberhasilan orang-orang Pontianak yang mencari penghidupan di luar kampung halaman.

Banyak master Feng Shui lokal mengatakan Pontianak tidak ada tanah naga (pegunungan) karena merupakan daerah tanah datar, sehingga yang ada hanya tanah ular (Coa Ti/She Di).

Maka sulit mendapatkan manfaat Feng Shui makam yang baik, pasti kalah dengan wilayah Singkawang yang asli daerah pegunungan. Benarkah pandangan demikian?

Hasil riset penulis mengatakan tidak. Karena para master melupakan bahwa ada 3 jenis naga. Pertama adalah naga gunung tinggi (Gao Gong Long)seperti di Tiongkok dan Taiwan, kedua adalah Naga gunung rendah/sedang (Ping Gong Long) dan ketiga Naga Tanah Datar (Ping Yang Long).

Bedanya adalah Naga Gunung mudah diidentifikasi karena cukup melihat ke puncak gunung. Kalau naga tanah datar gunungnya sulit ditemukan, harus melihat posisi sungai/air baru bisa menemukan gunungnya.

Daerah sekitar Pontianak karena tidak ada gunungnya maka masuk kategori Naga Tanah Datar.

Kembali lagi bicara aspek Feng Shui, karena kota Pontianak meski dialiri oleh Sungai Kapuas yang sangat lebar (antara 300 m – 800 m), cukup jauh dari Kepala naga. Tetapi yang mengejutkan adalah lokasi pemakaman hanya berjarak 6 km dari posisi kepala naga jadi mendapatkan Qi naga yang sangat kuat. Kepala Naga di lokasi ini adalah paling kuat untuk aspek kekayaan (bahasa Feng Shuinya adalah JU MEN XING), khususnya yang memiliki properti dan air (perkapalan/transportasi) akan sangat berjaya.

Posisi pemakaman adalah membentang sekitar 3,5 km dan berjarak dari tepi sungai Kapuas sekitar 500 – 1000 m, jadi tidak terkena Air Potong Kaki (Ge Jiao Shui).

Lihat gambar A. Maka tak heran tanpa disadari kebanyakan orang Tionghua yang merantau keluar sukses dalam keuangan. (standar minimal sukses saat ini kira-kira berharta 10 milyar rupiah ke atas).

SEJARAH DAN KEBERUNTUNGAN LOKASI MAKAM

Awalnya sebelum tahun 1971 lokasi pemakaman Tionghua berada sekitar jantung kota Pontianak antara persimpangan jalan Gajah Mada – Gusti Sulung Lelanang sampai Jalan Suprapto. Karena lahan sudah penuh maka tahun 1971 dipindahkan ke Sungai Raya kira-kira antara 7 km – 10,5 km dari pusat kota Pontianak.

Feng Shui bagus lokasi pemakaman ini ternyata tidak disadari banyak orang (penulis juga tidak tahu apakah pengurus Yayasan waktu ini mendapat nasihat Feng Shui atau tidak).

Maka sejak itulah tulang-belulang yang sudah ada digali dan dimakamkan kembali ke Sungai Raya.

Rupanya posisi makam ini sudah given (takdir) karena tak perlu ada penataan khusus seperti taman pemakaman di Karawang ataupun Cariu Cianjur.

Dengan lebar sungai Kapuas antara 300 – 800 m adalah suatu naga yang sangat kuat rentang manfaatnya mencapai radius sampai 20 km).

Aturan pemakamannya juga ketat: harus mengikuti urutan yang sudah ada. Arah hadap pemakaman ini antara Timur Laut 2 (37,5 – 52,5°,dan Timur Laut 3/posisi macan (52,6 – 67,5°).

ALASAN DAN KEBERHASILAN ORANG PONTIANAK

Memang tidak ada statistik resmi tentang tingkat kemakmuran dan keberhasilan. Data yang direkapitulasi dan riset adalah hasil pengamatan penulis sendiri serta diskusi dengan seorang master Feng Shui keturunan teman baik penulis di Pontianak yang tidak praktek. Namun saudaranya Suhu Aluk adalah master yang pandai di Jembatan Lima (umur sekarang sesudah almarhum 80 tahunan).

a. Berdasarkan cerita saudara dan teman, beberapa kepemilikan: cold storage terbesar, perkapalan dengan aset trilyunan rupiah ada beberapa orang

b. Reuni teman-teman SD dan SMA, saat menghadiri pesta pernikahan keluarga dan teman-teman, yang sekarang tinggal di Jakarta >60% memiliki aset diatas 10 milyar rupiah

c. Cerita master Feng Shui (beliau juga mengurus Yayasan dan urusan pemakaman salah satu marga) setiap penulis ke Pontianak, singgah ke rumahnya dan diskusi tentang bagaimana tetangga dankenalannya yang mengeluh belum sukses, dikasih saran meski sudah pindah keyakinan tetap harus pulang sembahyang setiap Ceng Beng dan bulan tujuh, dengan ditunjukkan yang bahkan sampai tinggal di Hongkong, Taiwan juga tetap pulang sembahyang, dan pada sukses.

Benar saja setelah mereka sembahyang, setelah sekian lama mencapai keberhasilan tertentu secara ekonomi.

Tentu ini adalah riset khusus penulis (meski sampel dan metodologi hanya pengamatan), adalah catatan tersendiri yang akan diteruskan ke anak keturunan kelak.

PENGALAMAN KELUARGA PENULIS

Sudah hukum universal, dibalik tempat yang bagus tidak pasti semuanya bagus, demikian pula dibalik tempat yang buruk masih ada sebagian yang bagus. Mengikuti pepatah 行行出狀元(hang hang chu zhuang yuan/setiap bidang pasti selalu ada sang juaranya setiap area juga pasti ada penunggu/dewanya/Di Shen), artinya dari mayoritas buruk masih ada sebagian yang baik, demikian pula dari mayoritas baik selalu masih ada sebagian yang buruk.

Kakek penulis meninggal tahun 1940. Jadi dimakamkan di lokasi jalan Gusti Sulung Lelanang hampir 31 tahun baru dipindahkan.

Menurut cerita ibu dan paman, rupanya makam kakek terkena Ge Jiao Shui (air potong kaki), sehingga saat digali jasadnya masih utuh, rambutnya memanjang dan ada sedikit caling (gigi memanjang mirip dracula).

Syukurnya tidak sampai sangat panjang benar, maka uwak, ayah dan paman masih selamat meski kehidupan sangat miskin (lima bersaudara, tiga laki-laki dan 2 perempuan).

Cerita kehidupan masa kecil, Uwak, ayah dan paman kehidupan sangat sulit, meski sangat rajin selalu gagal dan hidup kekurangan, bahkan beli tanahpun ditipu orang.

Demikian pula tante terkecil tidak menikah sampai setelah pindah ke Jakarta umur 40 an ke atas baru menikah.

Karena lokasi makam buruk, keputusan ayah juga salah memilih lokasi makam yang salah, meski agak besar. lihat gambar B. Lokasi terkena Ge Jiao Shui (air potong kaki) lagi, dan Plat Dewa Bumi (Tu Di Gong) terkena tusuk sate).

Efeknya adalah ketiga-tiga anak laki-laki (uwak, ayah dan paman) kakinya buruk dan pincang, bahkan paman meninggal di usia dibawah 60 tahun.

Barulah tahun 1985 an, karena para cucu sudah dewasa kehidupan agak membaik, berkat penambalan makam nenek yang meninggal tahun 1984. (sudah dimakamkan sekitar 44 tahunan atau efek YIN Zhai sudah berkurang). Susah dipercaya, bukan?.

Tetapi ini adalah science/pengetahuan YIN ZHAI yang sudah direcord dan diteruskan dari generasi ke generasi 3000 an tahun yang lalu sampai sekarang.

Moga memberi inspirasi dan manfaat.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

21 − = 16